Jumat, 25 Juni 2010

HIDUPKAN KEMBALI BUDI PEKERTI DAN TATA KRAMA

Berikut obrolan singkat Adhi dengan Sugianto:
Sugianto, Ketua Badan Musyawarah Peguruan Swasta (BMPS) Wilayah Jawa Timur ini menyempatkan diri untuk berdialog dengan Suara Pendidikan. Pria kelahiran Kutoarjo pada 21 September 1947 itu memberikan beberapa masukan untuk pengembangan karakter bangsa. Ketika ditanya mengapa ia begitu sangat concern memberikan dirinya dalam pelayanan sebagai pengurus sebuah badan yang membawahi begitu banyak perguruan swasta di propinsi yang sangat dinamis ini, alumni civic hokum IKIP Negeri Surabaya ini menjawab, bahwa ia sering mempertanyakan mengapa pemerintah tidak begitu memberikan perhatian yang optimal kepada sekolah-sekolah swasta. Ia memandang hingga hari ini masih banyak lembaga pendidikan swasta yang diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah. Ia memberikan sebuah contoh, di kecamatan Widang Kabupaten Tuban Jatim, terdapat sebuah sekolah swasta yang sangat baik dan maju, memiliki banyak murid, dan menjadi pilihan bagi masyarakat di sekitar. Namun justru karena itu oleh pemerintah malah membuka sekolah negeri dengan biaya sekolah gratis di daerah tersebut. Oleh karena beridiri sekolah negeri, maka turun drastislah jumlah murid-murid sekolah tersebut, dan ini sangat mempengaruhi perjalanan pengembangan sekolah. Akhirnya sekolah menjadi terpuruk dan tidak berkembangan. Kualitas sekolah swasta yang semula sudah baik tersebut toh ternyata tidak tergantikan dengan adanya sekolah baru yang dibangun pemerintah.
Bapak tiga anak ini juga menyoroti, perlakuan tidak fair pemerintah yang member jatah 75 % untuk guru-guru sekolah negeri dan hanya 25 % untuk sekolah swasta. “Alasan pemerintah, diberi jatah sekian saja tidak dipergunakan secara maksimal, apalagi kalau lebih banyal. Padahal program sertifikasi guru ini dalam praktiknya masih kurang tersosialisasikan hingga ke tingkat daerah yang jauh dari perkotaan atau pusat pemerintahan. Masih banyak guru swasta yang tidak kebagian atau belum mendapat kesempatan, padahal persentasi guru negeri sudah sangat banyak yang telah ikut sertifikasi,” demikian tutur mantan Guru SMP-SMA Bayangkari, Sekolah Komparasi di Ketintang, dan SMP Santa Clara ini di antara waktu jeda workshop.
Menanggapi pelaksanaan Workshop Pembangunan Karakter oleh Dewan Pendidikan Jatim, pengurus PGRI ini mengatakan bahwa acara semacam ini sangat dibutuhkan. Kondisi bangsa sekarang ini sangat mengkuatirkan, perlu ada action konkrit untuk menghidupkan kembali nilai-nilai luhur bangsa yang penuh dengan etika, budi pekerti, dan tata karma yang selama ini sangat dikenal oleh bangsa-bangsa di dunia sebagai karakter bangsa Indonesia. Supaya pelaksanaan internalisasi nilai-nilai luhur bangsa ini dapat diterapkan dengan optimal, kita perlu memberdayakan stakeholder, semua elemen masyarakat, agar proses internalisasi lebih mantap. “Sampai saat ini pendidikan di Perguruan Tinggi baru sampai pada tataran ‘pandai secara teoretis’, pandai di teori, tetapi belum cakap dalam praktik. Sebelum tahun 1970-an pendidikan keguruan pernah mengalami masa penguasaan keterampilan secara mantap. Lulusan SGB (sekolah guru besar) sudah sangat mampu mengajar materi pelajaran dengan sangat baik, “ ujar mantan Kepala Dinas Pendidikan Madiun dan mantan Kepala Sub Bag Perlengkapan Dinas Propinsi Jawa Timur.
Sugianto memberi contoh, ketika ia mengunjungi anaknya yang tinggal di Singapura, anaknya sebagai Konsultan IT di negeri Singa itu, ia sangat terkagum-kagum melihat beberapa fakta yang sangat menginspirasinya. Pejalan kaki di sana mendapat tempat yang layak, aman, dan nyaman. Penumpang bus selalu masuk lewat pintu depan, dan keluar lewat pintu belakang. Di negeri dengan banyak gedung-gedung pencakar langit itu, ia sering menemukan burung-burung beterbangan, dan bahkan banyak burung yang sesekali mendarat di peridestrian, lokasi pejalan kaki, atau jalan umum dengan sengaja mematuk makanan, dan seolah bercengkerama dengan riang, padahal ada banyak orang/pejalan kaki di sekitarnya. Bandingkan dengan di Indonesia, burung seekor saja hinggap di agar taman, pasti udah ditangkap, atau dibunuh. Kenapa kita sering tidak agar isiplin? Karena kita terlalu sering dicekoki oleh informasi-informasi yang tidak membangun, tapi justru malah melemahkan.
Suami dari Maria Tecla, pensiunan guru SMAN 15 Surabaya ini, sangat apresiatif terhadap nilai-nila yang dulu pernah dikembangkan dalam pendidikan pancasila. “Nilai-nilai karakter bangsa yang pernah ditanamkan lewat penataran P4 sebenarnya sangat bagus. Nilai-nilai tersebut perlu ditinjau kembali, lalu diinternalisasikan lagi agar bisa ditumbuhkembangkan. Kita perlu menghidupkan kembali ‘budaya-budaya daerah’ yang pernah memperkaya bangsa kita sebagai bangsa penuh dengan sopan santun dan saling menghargai. Jangan sampai bangsa lain yang justru lebih menghargai budaya kita dan ujung-ujungnya suatu saat produk budaya itu bisa diklaim sebagai haknya. Di Singapura, angklung telah menjadi salah satu jenis budaya yang dipelajari di sekolah. Bahasa kawi bahkan menjadi salah satu pilihan bagi murid-murid Singapura. Kita perlu berhati-hati, karena bahasa jawa sedang mereka pelajari. Ini kan aneh, justru orang asing yang mempelajari bahada daerah kita. Di Singapura terdapat sedikit tempat ibadah, namun yang menakjubkan, ada banyak produk pendidikan yang sangat bagus.”
Menutup perbincangan dengan Suara Pendidikan, Sugianto berpesan untuk guru-guru,” Jadilah guru yang benar, harus benar-benar bisa di-gugu (didengar, ditaati) dan di-tiru (diteladani).” Kita perlu meneladani moto hidup, salah satu pakar pendidikan dari Surabaya ini,” hidup ini adalah sebagai pemimpin yang melayani, dan sebagai pelayanan yang memimpin.” Selamat berjuang untuk masyrakat pendidikan, Pak Gik! Tuhan memberkati pelayanan Anda. (adhi kristijono)

Workshop Pembangunan Karakter

Drs. FJ. Siswanto, Ketua Panitia Pelaksanaan Workshop, mengajak para peserta dari 38 kota/kabupaten Se-Jawa Timur memikirkan nasib bangsa. Banyak orang prihatin mengenai karakter bangsa yang makin lama makin menyedihkan. Sejatinya bangsa Indonesia adalah bangsa yang santun, cinta damai, mufakat, peduli, guyub, gotong royong, namun akhir-akhir ini terjadi kekerasan di semua lapisan masyarakat. Mulai dari kaum buruh hingga eksekutif, dari remaja hingga kakek-kakek. Lulusan SMA merayakan kelulusan dengan bentrokan, pemuda antardesa bertikai lalu berkelahi masal, mutilasi ada di mana-mana, narkoba, dan tayangan TV pun penuh kekerasan. Mantan Kepala Sekolah SMA St. Louis 2 Surabaya ini mengatakan Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur mengajak peserta untuk membuat format tentang pendidikan karakter bangsa, yang rumusannya nanti akan disumbangkan kepada pemerintah pusat lewat dinas pendidikan.
Acara worshop 2 hari itu diadakan di Hotel Inna atau yang dikenal juga sebagai Hotel Natour di Trawas, dihadiri oleh 140 praktisi pendidikan yang terdiri atas 38 Kepala Sekolah se-Jatim, 38 pengelola pendidikan, dan 64 lainnya adalah perwakilan dewan pendidikan, pemerhati pendidikan, dan wartawan.
Prof. Dr. Zainuddin Maliki, Ketua Dewan Pendidikan, dalam sambutannya mengatakan bahwa acara ini sangat strategis bagi pengembangan karakter bangsa. Di atas kertas seharusnya pendidikan menghasilkan anak bangsa yang berkarakter. Namun di realitas kehidupan ada banyak perilaku yang belum sesuai dengan karakter yang kita inginkan. Fenomena itu terdapat di mana-mana, misalnya: praktek ketidakjujuran, perilaku instan, cepat ingin kaya. Dan orang-orang dengan kecenderungan seperti Gayus (pegawai dinas pajak yang terlibat dalam mark up kasus miliaran rupiah) itu diinspirasi dari masyarakat di sekitarnya. Terutama masyarakat pendidikan. Sesungguhnya lembaga pendidikanlah yang paling berpengaruh dalam membentuk kepribadian dan perilaku yang salah itu. Oleh karena itu lembaga pendidikan perlu instrospeksi agar bisa melahirkan outputs yang bagus. Pendidikan seyogyanya menjadi referensi bagi pihak lain dengan contoh watak dan kepribadian yang bagus.
Ada yang mengatakan bahwa karakter itu bersifat statis, dari Tuhan, bersifat nature, tidak perlu dicari, tetapi Guru Besar yang baru bisa baca di kelas 3 SD ini lebih setuju kalau karakter itu bersifat nurture, perlu dicari dan dikembangkan agar menjadi bagus. Pada saat masa revolusi, dunia membutuhkan orang-orang dengan karakter revolusioner. Namun sekarang dunia lebih membutuhkan karakter yang lebih sejuk, nyaman, dan tenang. Di era stabil, era globalisasi, ide dan inspirasi karakter menjadi plural/beragam. Karakter bangsa itu harus mampu mentransformasikan anak bangsa melalui pendidikan. Meski rumusan itu bersifat sederhana, itu diperlukan untuk pegangan dalam kehidupan sehari-hari.
Drs. Suwanto, M.Si, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi jawa TImur mengatakan bahwa diakui atau tidak, masalah-masalah bangsa yang seriang kita saksikan itu adalah buah atau hasil dari sistem pendidikan kita. Perkembangan karakter berada di posisi titik nadir, perlu dibangkitkan kembali untuk mempercerah kehidupan bangsa. Krisis yang paling komprehensif adalah krisis moral. Oleh karena itu apa yang dibutuhkan supaya pendidikan karakter bisa dijalankan? Kita perlu mencari model atau bentuk yang mampu menjadi solusi. Ada banyak proyek dewan pendidikan yang bisa diaplikasi untuk membangun model ini. Prinsip pendidikan karakter yang perlu dikembangkan, misalnya adalah nilai-nilai etika, kepedulian, keadilan, kejujuran, tangguh, hormat, tekun, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan. Suwanto menyebutkan pada saat menghadiri kegiatan untuk anak-anak, Mendiknas melaksanakan ikrar jujur dan dan tidak menerima intervensi. Kita perlu membangun karakter bangsa dengan membuat sekolah sebagai kebun ilmu, yang mampu membangun kepribadian melalui pembangunan budaya sekolah. Budaya sekolah akan membangun budaya belajar. Apabila sekokah telah memiliki budaya sekolah, maka lingkungan apa pun tidak akan mampu menggoyahkan mereka.
Dalam sesi presentasinya, Profesor Maliki, Rektor sebuah universitas swasta di Surabaya ini mengusulkan perlu adanya Strategi Hijrah dalam Pembelajaran Pendidikan Berkarakter. Hijrah dari surface learning ke deep-learning approach. Dari tradisi text oriented ke tradisi context (authentic learning approach). Kita patut meninggalkan sumber pembelajaran yang monoton, sejenis, dan berupa bahan bacaan saja. Sekarang kita telah memiliki sumber pembelajaran yang kaya, yang disertai dengan penyediaan sumber pembelajaran yang lebih variatif, dari sumber pustaka, literer, virtual, maupun terutama dari lingkungan nyata. Pembelajaran modern menekankan pada pembelajaran interaktif aktif, dinamis, kreatif dalam belajar, kompeten dalam melakukan, pemecahan masalah, analisis dan inquiry.
Dalam workshop yang diprakarasai oleh Dewan Pendidikan Jatim ini, peserta dibagi dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan karakter apa yang sebaiknya dikembangkan dalam dunia pendidikan, indikator-indikator apa yang harus nampak pada proses dan hasil kegiatan pembelajaran, realitas seperti apa yang perlu disiasati dengan pendekatan-pendekatan dan strategi-strategi yang tepat untuk menanamkan ragam karakter tersebut, lalu yang penting adalah apa aksi konkrit yang harus dilakukan sekolah untuk mengkondisikan para murid bisa bertumbuh dengan baik dan optimal. Dalam sesi presentasi, tiap kelompok juga memberikan rekomendasi yang semestinya segera dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menumbuhkan karakter-karakter yang baik agar tercipta situasi dan kondisi masyarakat yang rukun, aman, nyaman, damai, dan sejahtera. (adhi kristijono)

Workshop Pembangunan Karakter

Drs. FJ. Siswanto, Ketua Panitia Pelaksanaan Workshop, mengajak para peserta dari 38 kota/kabupaten Se-Jawa Timur memikirkan nasib bangsa. Banyak orang prihatin mengenai karakter bangsa yang makin lama makin menyedihkan. Sejatinya bangsa Indonesia adalah bangsa yang santun, cinta damai, mufakat, peduli, guyub, gotong royong, namun akhir-akhir ini terjadi kekerasan di semua lapisan masyarakat. Mulai dari kaum buruh hingga eksekutif, dari remaja hingga kakek-kakek. Lulusan SMA merayakan kelulusan dengan bentrokan, pemuda antardesa bertikai lalu berkelahi masal, mutilasi ada di mana-mana, narkoba, dan tayangan TV pun penuh kekerasan. Mantan Kepala Sekolah SMA St. Louis 2 Surabaya ini mengatakan Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur mengajak peserta untuk membuat format tentang pendidikan karakter bangsa, yang rumusannya nanti akan disumbangkan kepada pemerintah pusat lewat dinas pendidikan.
Acara worshop 2 hari itu diadakan di Hotel Inna atau yang dikenal juga sebagai Hotel Natour di Trawas, dihadiri oleh 140 praktisi pendidikan yang terdiri atas 38 Kepala Sekolah se-Jatim, 38 pengelola pendidikan, dan 64 lainnya adalah perwakilan dewan pendidikan, pemerhati pendidikan, dan wartawan.
Prof. Dr. Zainuddin Maliki, Ketua Dewan Pendidikan, dalam sambutannya mengatakan bahwa acara ini sangat strategis bagi pengembangan karakter bangsa. Di atas kertas seharusnya pendidikan menghasilkan anak bangsa yang berkarakter. Namun di realitas kehidupan ada banyak perilaku yang belum sesuai dengan karakter yang kita inginkan. Fenomena itu terdapat di mana-mana, misalnya: praktek ketidakjujuran, perilaku instan, cepat ingin kaya. Dan orang-orang dengan kecenderungan seperti Gayus (pegawai dinas pajak yang terlibat dalam mark up kasus miliaran rupiah) itu diinspirasi dari masyarakat di sekitarnya. Terutama masyarakat pendidikan. Sesungguhnya lembaga pendidikanlah yang paling berpengaruh dalam membentuk kepribadian dan perilaku yang salah itu. Oleh karena itu lembaga pendidikan perlu instrospeksi agar bisa melahirkan outputs yang bagus. Pendidikan seyogyanya menjadi referensi bagi pihak lain dengan contoh watak dan kepribadian yang bagus.
Ada yang mengatakan bahwa karakter itu bersifat statis, dari Tuhan, bersifat nature, tidak perlu dicari, tetapi Guru Besar yang baru bisa baca di kelas 3 SD ini lebih setuju kalau karakter itu bersifat nurture, perlu dicari dan dikembangkan agar menjadi bagus. Pada saat masa revolusi, dunia membutuhkan orang-orang dengan karakter revolusioner. Namun sekarang dunia lebih membutuhkan karakter yang lebih sejuk, nyaman, dan tenang. Di era stabil, era globalisasi, ide dan inspirasi karakter menjadi plural/beragam. Karakter bangsa itu harus mampu mentransformasikan anak bangsa melalui pendidikan. Meski rumusan itu bersifat sederhana, itu diperlukan untuk pegangan dalam kehidupan sehari-hari.
Drs. Suwanto, M.Si, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi jawa TImur mengatakan bahwa diakui atau tidak, masalah-masalah bangsa yang seriang kita saksikan itu adalah buah atau hasil dari sistem pendidikan kita. Perkembangan karakter berada di posisi titik nadir, perlu dibangkitkan kembali untuk mempercerah kehidupan bangsa. Krisis yang paling komprehensif adalah krisis moral. Oleh karena itu apa yang dibutuhkan supaya pendidikan karakter bisa dijalankan? Kita perlu mencari model atau bentuk yang mampu menjadi solusi. Ada banyak proyek dewan pendidikan yang bisa diaplikasi untuk membangun model ini. Prinsip pendidikan karakter yang perlu dikembangkan, misalnya adalah nilai-nilai etika, kepedulian, keadilan, kejujuran, tangguh, hormat, tekun, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan. Suwanto menyebutkan pada saat menghadiri kegiatan untuk anak-anak, Mendiknas melaksanakan ikrar jujur dan dan tidak menerima intervensi. Kita perlu membangun karakter bangsa dengan membuat sekolah sebagai kebun ilmu, yang mampu membangun kepribadian melalui pembangunan budaya sekolah. Budaya sekolah akan membangun budaya belajar. Apabila sekokah telah memiliki budaya sekolah, maka lingkungan apa pun tidak akan mampu menggoyahkan mereka.
Dalam sesi presentasinya, Profesor Maliki, Rektor sebuah universitas swasta di Surabaya ini mengusulkan perlu adanya Strategi Hijrah dalam Pembelajaran Pendidikan Berkarakter. Hijrah dari surface learning ke deep-learning approach. Dari tradisi text oriented ke tradisi context (authentic learning approach). Kita patut meninggalkan sumber pembelajaran yang monoton, sejenis, dan berupa bahan bacaan saja. Sekarang kita telah memiliki sumber pembelajaran yang kaya, yang disertai dengan penyediaan sumber pembelajaran yang lebih variatif, dari sumber pustaka, literer, virtual, maupun terutama dari lingkungan nyata. Pembelajaran modern menekankan pada pembelajaran interaktif aktif, dinamis, kreatif dalam belajar, kompeten dalam melakukan, pemecahan masalah, analisis dan inquiry.
Dalam workshop yang diprakarasai oleh Dewan Pendidikan Jatim ini, peserta dibagi dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan karakter apa yang sebaiknya dikembangkan dalam dunia pendidikan, indikator-indikator apa yang harus nampak pada proses dan hasil kegiatan pembelajaran, realitas seperti apa yang perlu disiasati dengan pendekatan-pendekatan dan strategi-strategi yang tepat untuk menanamkan ragam karakter tersebut, lalu yang penting adalah apa aksi konkrit yang harus dilakukan sekolah untuk mengkondisikan para murid bisa bertumbuh dengan baik dan optimal. Dalam sesi presentasi, tiap kelompok juga memberikan rekomendasi yang semestinya segera dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menumbuhkan karakter-karakter yang baik agar tercipta situasi dan kondisi masyarakat yang rukun, aman, nyaman, damai, dan sejahtera. (adhi kristijono)

MENGENAL ISTILAH-ISTILAN DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Standar pelayanan minimal
merupakan batas minimal pemenuhan standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan dasar dan menengah, serta pencapaian target pembangunan pendidikan nasional.

Manajemen berbasis sekolah
adalah bentuk otonomi satuan pendidikan. Dalam hal ini, kepala sekolah dan guru dibantu komite sekolah dalam mengelola pendidikan.

Potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
meliputi bidang intelektual umum, akademik khusus, kreatif produktif, seni kinestetik, psikososial/kepemimpinan, dan psikomotorik/olahraga.

Stimulasi psikososial
adalah rangsangan pendidikan yang menumbuhkan kepekaan memahami dan bersikap terhadap lingkungan sosial sekitarnya. Misalnya memahami dan bersikap sopan kepada orang tua, saudara, dan teman.

Kecakapan personal mencakupi
• kecakapan dalam melakukan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, kecakapan dalam pengenalan terhadap kondisi dan potensi diri,
• kecakapan dalam melakukan koreksi diri,
• kecakapan dalam memilih dan menentukan jalan hidup pribadi,
• percaya diri,
• kecakapan dalam menghadapi tantangan dan problema serta
• kecakapan dalam mengatur diri

Kecakapan sosial mencakupi
kecakapan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
kecakapan bekerja sama dengan sesama,
kecakapan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, empati atau tenggang rasa, kepemimpinan dan tanggung jawab sosial.

Kecakapan estetis mencakupi
kecakapan dalam meningkatkan sensitifitas,
kemampuan mengekspresikan, dan
kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni.

Kecakapan kinestetis mencakupi
kecakapan dalam meningkatkan potensi fisik untuk mempertajam kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan refleks, gerakan yang kompleks, dan gerakan improvisasi individu.

Kecakapan intelektual mencakupi
kecakapan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni sesuai dengan bidang yang dipelajari,
berpikir kritis dan kreatif,
kecakapan melakukan penelitian dan percobaanpercobaan dengan pendekatan ilmiah.

Kecakapan vokasional mencakupi
kecakapan dalam memilih bidang pekerjaan,
mengelola pekerjaan,
mengembang profesionalitas, produktivitas kerja dan kode etik bersaing dalam melakukan pekerjaan.

Karakteristik terbuka
adalah sistem pendidikan yang diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program. Peserta didik dapat belajar sambil bekerja, atau mengambil program pendidikan yang berbeda secara terpadu dan berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh.

Belajar mandiri
adalah proses belajar yang dilakukan peserta didik secara peseorangan atau kelompok dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar dan mendapat bantuan atau bimbingan belajar atau tutorial sesuai kebutuhan.

Belajar tuntas adalah
proses pembelajaraan untuk mencapai taraf penguasaan kompetensi (mastery level) sesuai dengan tuntutan kurikulum. Peserta didik dapat mencapai tingkat penguasaan kompetensi yang dipersyarakan dengan kecepatan yang berbeda-beda. Proses belajar berlangsung secara bertahap dan berkelanjutan. Misalnya, seorang peserta didik baru dapat menempuh kegiatan belajar (learning tasks) berikutnya apabila telah menguasai kompetensi yang telah disyaratkan dalam kegiatab belajar sebelumnya.

Kecerdasan spiritual
merupakan kecerdasan manusia untuk memahami dan melaksanakan ajaran agama.

Kecerdasan intelektual
merupakan kecerdasan manusia yang terutama digunakan manusia untuk berhubungan dengan mengelola alam.

Keceredasan emosional
merupakan kecerdasan manusia yang terutama digunakan untuk mengelola emosi diri sendiri dan hubungan dengan orang lain dan masyarakat dengan sikap empati.
Kecerdasan sosial
merupakan kecerdasan manusia yang terutama digunakan untuk berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain dan masyarakat serta hubungan antarmanusia.

Kecerdasan estetik
merupakan kecerdasan manusia yang berhubungan dengan rasa keindahan, keserasian, dan keharmonisan.

Kecerdasan kinestetik
merupakan kecerdasan manusia yang berhubungan dengan koordinasi gerak tubuh seperti yang dilakukan penari dan atlet.

Program pengayaan
adalah program pembelajaran yang dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik guna mencapai kompetensi lebih luas dan/atau lebih dalam dari pada standar isi dan standar kompetensi lulusan. Misalnya, cakupan dan urutan mata pelajaran tertentu diperluas atau diperdalam dengan menambahkan aspek lain seperti moral, etika, aplikasi, dan saling keterkaitan dengan materi lain yang memperluas dan/atau memperdalam bidang ilmu yang menaungi mata pelajaran tersebut.

(Sumber: PP No 17 Tahun 2010)