Kamis, 18 Maret 2010

MENGEMBANGKAN AKTIVITAS SEKOLAH BERMUATAN LOKAL

Dalam UNDANG-UANDANG Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 36 , Ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip ‘diversifikasi’ sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Mengapa muatan lokal perlu dilestarikan dan dikembangkan?
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah,termasuk keunggulan daerah.

Kurikulum muatan lokal adalah seperangkat pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang berkaitan dengan lingkungan alam, sosial dan ekonomi serta budaya. Segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyararakat sesuai dengan arah perkembangan serta potensi daerah.

Contoh Kebutuhan Daerah: Melestarikan dan mengembangkan budaya daerah yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat. Di Jawa Timur budaya daerah beragam jenis dan manfaatnnya. Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai Mataraman; menunjukkan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah tersebut meliputi eks-Karesidenan Madiun (Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan), eks-Karesidenan Kediri (Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek) dan sebagian Bojonegoro. Seperti halnya di Jawa Tengah, wayang kulit dan ketoprak cukup populer di kawasan ini.

Di kawasan eks-Karesidenan Surabaya (termasuk Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang) dan Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya Mataraman, mengingat kawasan ini cukup jauh dari pusat kebudayaan Jawa: Surakarta dan Yogyakarta. Adat istiadat di kawasan Tapal Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya Madura, mengingat besarnya populasi Suku Madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat Osing merupakan perpaduan budaya Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat istiadat Suku Tengger banyak dipengaruhi oleh budaya Hindu. Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan yang berdasarkan persahabatan dan teritorial. Berbagai upacara adat yang diselenggarakan antara lain: tingkepan (upacara usia kehamilan tujuh bulan bagi anak pertama), babaran (upacara menjelang lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi berusia lima hari), pitonan (upacara setelah bayi berusia tujuh bulan), sunatan, pacangan. Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran, pihak laki-laki melakukan acara nako'ake (menanyakan apakah si gadis sudah memiliki calon suami), setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran). Upacara perkawinan didahului dengan acara temu atau kepanggih. (http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur#Budaya_dan_adat_istiadat) Budaya yang mengandung nilai-nilai filosofi tinggi ini mampu memperkaya batin manusia untuk semakin waspada dan selektif terhadap perkembangan budaya modern. Sekolah modern tidak akan meninggalkan nilai-nilai luhur budaya warisan nenek moyang.

Aktiviatas bermuatan lokal juga diharapkan mampu meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan ekonomi daerah. Sekolah-sekolah di daerah pariwisata, memasukkan unsur pariwisata sebagai bagian dari elemen kurikulum yang dikembangkan sekolah. Di Batu, Malang Raya, beberapa sekolah SMK membuka jurusan perhotelan. Lulusan ini sangat dibutuhkan oleh hotel-hotel yang bertaburan di pelosok Batu. Malah prestasi membanggakan diraih SMKN 2 Kota Malang. Tiga jurusan yang ada di sekolah tersebut masing-masing jurusan program pekerjaan sosial, usaha jasa pariwisata dan akomodasi perhotelah berhasil meraih predikat terbaik dalam lomba kompetensi sekolah tingkat propinsi Jatim (Surya, 4 Februari 2007).

Banyak sekolah yang memasukkan aktivitas program pelatihan bahasa asing. Meningkatkan penguasaan bahasa asing sudah menjadi keharusan bagi banyak sekolah yang membaca prospek masa depan. Bukan hanya bahasa Inggris, bahkan para muridnya bisa belajar bahasa Jerman dan Perancis melalui kegiatan ekstrakurikulernya.
Meningkatkan life skill yang menunjang pemberdayaan individu dalam pembelajaran lebih lanjut, adalah salah satu pilihan sekolah-sekolah masa kini untuk meningkatkan kualitas nonakademik para siswanya. Mereka dilatih teknologi pengolahan produksi pangan, pelatihan teknologi dasar, table-manner, public speaking, bahkan debate, untuk memfasihkan komunikasi verbal dan nonverbalnya.
Meningkatkan kemampuan berwirausaha (entrepreneurship) untuk membangkitkan ekonomi daerah telah menjadi trend, meski sekolah-sekolah masih dalam taraf belajar. UCEC atau Universitas Ciputra Entrepreneurship adalah salah satu lembaga yang sangat concern dalam mengintegrasikan entrepreneurship dalam kurikulum sekolah.

Materi Muatan lokal

Penentuan isi dan bahan pelajaran didasarkan pada keadaan dan kebutuhan daerah. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal bisa merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal

Tujuan kurikulum dan pembelajaran muatan lokal adalah untuk memberikan bekal pengetahuan,keterampilan dan sikap hidup kepada peserta didik agar memiliki wawasan yang mantap tentang lingkungan dan masyarakat sesuai dengan nilai yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan di daerah serta pembangunan nasional. Pembelajaran muatan lokal bertujuan agar peserta didik mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam,sosial dan budaya memiliki bekal dan kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan yang berguna bagi dirinya maupun masyarakat pada umumnya, dan memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

Muatan dapat berupa: Bahasa Asing, Kesenian Daerah, Keterampilan dan Kerajinan Daerah, Adat istiadat (Tata krama,budi pekerti dan pengetahuan tentang karakteristik lingkungan sekitar serta hal-hal yang dianggap penting oleh daerah). Muatan lokal “wajib diberikan” pada jenjang pendidikan dasar dan menengah baik pendidikan umum, pendidikan kejuruan maupun khusus.


Apa pun yang dipilih oleh sekolah sebagai muatan lokal, seyogyanya itu semua mampu memberikan keubahan berarti bagi para murid. Ada lubang besar dalam kurikulum pendidikan kita, yakni siswa tidak diajarkan untuk berani mencipta sejak usia kanak-kanak. Sekolah terjebak dalam upaya melatih murid untuk hanya siap menghadapi Ujian Akhir bukan ujian hidup yang sebenarnya. Perlu profil kepala sekolah, guru, dan bahkan pengurus yayasan yang berani bertindak beda. Kukuh dengan upaya menajamkan keterampilan siswa, dan menghindari kurikulum yang hanya padat materi tapi tak berhasil membuat siswa tajam dalam kompetensi.

Menciptakan Budaya Sekolah

Budaya sekolah adalah kualitas internal sebuah sekolah yang dirasakan oleh seluruh warga sekolah, mengenai lingkungan sekolah, suasana, rasa, sifat, dan iklim yang dirasakan oleh seluruh warga sekolah dalam menjalankan proses akademik. Kualitas sekolah termanifestasikan dlm aturan-aturan atau norma, tatakerja, kebiasaan kerja, gaya kepemimpinan seorang atasan maupun bawahan. Kualitas kehidupan sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai-nilai tertentu yang dianut sekolah. Kualitas kehidupan sekolah tercermin dalam bentuk bagaimana kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan tenaga nonkependidikan lainnya bekerja, belajar, dan berhubungan satu sama lain.
Terciptanya budaya di sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: perubahan perilaku yang terjadi di antara warga sekolah (pimpinan, guru, karyawan, dan murid), sekolah sebagai sebuah sistem pendidikan yang mengorganisasikan proses akademik dan manajemen pendidikan, dan tentunya kekuatan komitmen yang dipegang oleh para warga sekolah untuk meraih tujuan tertentu. Komitmen warga sekolah bisa berupa keinginan untuk meningkatkan kualitas, adanya kesepakatan bersama, kemauan untuk belajar, dan kemauan untuk merealiasikan gagasan. Guru dan murid sama-sama melakukan perubahan perilaku. Guru memotivasi, memfasilitasi, dan mengilhami murid. Sebaliknya kompetensi murid terus berkembang dalam pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.
Kepala sekolah, guru, karyawan, murid dan juga komite sekolah memiliki komitmen untuk mengembangkan suatu sistem dalam manajemen pendidikan. Demokratisasi pendidikan dan desentralisasi pendidikan menjadi isu utama dalam pengorganisasian ini. Keduanya diarahkan menuju terwujudnya penyelenggaraan sekolah yang efektif.
Proses Demokratisasi pendidikan dikondisikan untuk meraih tujuan memberi kesempatan sekolah utk menyusun program sesuai dengan kondisi atau kemampuan sekolah sendiri. Prinsip pendidikan demokratisasi adalah terjadinya interaksi dan kerjasama, saling menghormati, dan terwujudnya berpikir kreatif dalam penyelenggaraan sekolah.
Dalam mengembangkan perilaku kreatif warga sekolah, diharapkan munculnya interaksi dalam pengembangan kompetensi, motivasi, dan keterampilan. Sekolah merupakan tempat utk mengembangkan kreativitas, keberanian melakukan eksperimen inovatif, dan potensi diri.
Inovasi sistem penyelenggaraan proses akademik mengacu pada sasaran akhir berubahnya status siswa, peran guru, eksistensi materi ajar, dan manajemen dari tradisional menuju modern. Murid tidak lagi menjadi objek melainkan subjek ajar. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber, namun lebih menitikberatkan kepada fungsi sebagai fasilitator. Materi tidak lagi subject oriented, tapi problem oriented. Dan manajemen tidak lagi sentralistis tapi desentralistis.
Sekolah efektif terjadi dengan indikator semua sumber dayanya diorganisasi dan dimanfaatkan untuk menjamin semua siswanya, tanpa memandang: ras, jenis kelamin, mau- pun status sosial dan ekonomi, dan bisa mempejari materi kurikulum yang esensial di sekolah.
Sekolah bisa ditempuh dalam waktu relatif sesuai procedural, tingkat keberhasilan bisa ditengarai dari persentasi jumlah kelulusan.
Pendistribusian siswa merata dengan tingkat intelektual yang terus bertambah. Kinerja pengajaran telah menggunakan metode dan media yang aplikatif dan kreatif. Hasil belajar siswa tidak saja bisa memberi pengaruh baik, tapi juga terbukti dengan keterampilan dan sikap yang mengalami perubahan baik. Sekolah efektif juga bisa diamati dari aksestabilitas lulusan, destinasi lulusan, feedback dari masyrakat, dan penghargaan masyarakat atas kemajuan sekolah.
Sekolah efektif juga bisa diamati dari ukuran kelas yang memadai, rasio guru dan siswa kurang lebih 1:20, beban belajar siswa bisa ditanggung dengan kreatif oleh siswa yang bersangkutan dan tidak berlebihan yang mengakibatkan overload, pemakaian sumber daya dilakukan secara optimal, penggunaan ruang yang optimal dan memadai, serta perlengkapan sekolah yang selalu harus diupgrade.
Indikator produktivitas guru tampak dari seberapa banyak karyanya yang telah terpiblikasikan, undangan menjadi instruktur dalam pelatihan guru, keanggotaan dalam asosiasi profesi, dan kualitas kerja yang telah terdokumentasikan oleh pihak kepala sekolah.
Jika semua elemen warga sekolah bersama melakukan upaya pencapaian progres yang pantang menyerah, meraih ekspektasi tertinggi, dan terus melakukan perubahan diri menuju peningkatan kualitas, maka budaya sekolah akan dinikmati sebagai anugerah yang dihidupi dan menghidupi warganya.