Jumat, 29 Agustus 2008

Mendorong Kreativitas Guru dan Murid


Guru dan murid perlu memahami bahwa pada umumnya ada banyak jalan menuju suatu pengertian. Mereka perlu didorong untuk mencari dan bereksperimen dengan ide-ide baru. Bukan hanya murid, tapi guru juga harus belajar untuk bertanya dan menginvestigasi ketika ada hal-hal yang tidak mereka mengerti. Mereka perlu belajar melihat kesalahan sebagai kesempatan untuk belajar lebih lagi, bukan sekadar melihat kesalahan sebagai kegagalan. Guru dan murid juga harus mengikuti minat mereka dan berpikir “di luar kotak” kapanpun memungkinkan. Juga akan sangat menolong jika mereka mau terbuka terhadap ide orang lain supaya mereka dapat belajar bagaimana membangun dan merekonstruksi pengetahuan konseptual mereka sendiri. Sudah bukan rahasi lagi jika sekarang banyak kita temui tipe seorang guru yang enggan belajar, ia stagnan, mandeg di tempat, sama kondisinya antara tahun ini dan lima tahun sebelumnya. Apalagi bagi guru-guru yang masih merasa kesulitan finansial. Baginya istilah ’belajar’ hanya cocok untuk muridnya dan bukan untuk dirinya!

Guru yang ingin mendorong kreativitas di kelas harus memastikan bahwa ia memberikan banyak tugas dan proyek pilihan yang berbeda pada murid-muridnya. Dalam risetnya, Denise de Sonza Fleith (2000) menemukan bahwa guru mendorong kreativitas dengan, “tidak memberikan terlalu banyak tugas dan peraturan bagi murid, ia namun memberikan pilihan kepada murid, memberikan kesempatan pada murid untuk menyadari kreativitas mereka, dan menerima murid apa adanya.” Semua murid dapat menjadi kreatif dengan cara tertentu, dan adalah tugas sulit bagi para guru untuk memberikan kesempatan bagi semua murid untuk mengembangkan pikiran kreatif mereka masing-masing. Untuk mengajar murid kreatif memang harus dimulai dengan mengajari dirinya sendiri kreatif, itulah tugas permulaan seorang guru.


Guru dapat melakukan beberapa hal untuk memastikan murid memiliki kesempatan menunjukkan kreativitas mereka. Salah satu contoh adalah ketika murid diberi tugas riset, guru dapat mendorong murid untuk menulis makalah, melakukan presentasi, melakukan eksperimen, atau menggunakan teknologi untuk menghadirkan informasi. Semua ini akan memberikan kesempatan bagi semua murid untuk menyelesaikan tugas dalam gaya kreatif mereka sendiri. Guru bukan hanya dapat memberikan pilihan tugas, tetapi guru juga dapat menanyakan pada murid apa yang ingin mereka lakukan untuk menyelesaikan suatu tugas. Memberikan pilihan semacam ini kepada murid akan memperkuat mereka dan semoga memotivasi mereka untuk melakukan yang terbaik.
Fleith (2000) yakin bahwa, “dalam suasana di mana ada rasa takut, hanya ada satu jawaban benar, penolakan terhadap macam-macam hasil karya murid, tingkat kompetisi yang tinggi, dan banyak hadiah ekstrinsik yang mendominasi, hal-hal tersebut akan berpengaruh tingkat kreativitas yang tinggi sulit sekali diperoleh.” Penghargaan sejati yang harus diterima murid atas kreativitasnya haruslah bersifat intrinsik. Untuk menghindari kelas yang kompetitif dan memberi penghargaan secara ekstrinsik, guru perlu menyediakan lingkungan yang ramah dan nyaman di mana murid dapat merasa cukup nyaman untuk menyuarakan pendapat mereka dan mengeksplorasi ide-ide baru.


Salah satu cara untuk membuat murid cukup nyaman untuk melakukan hal-hal tersebut adalah seorang guru yang menjadi teladan kreativitas dan menunjukkan minat. Beth Hennessey (1997) menyarankan kepada para guru, “Tunjukkan pada murid-murid bahwa Anda menghargai kreativitas, bahwa bukan hanya Anda mengijinkan kreativitas, Anda bahkan terlibat secara aktif dalam kreativitas.”


Ada banyak pendekatan dalam studi kreativitas. Hubungan antara kreativitas dan kecerdasan selalu menjadi perhatian utama psikologi (Guilford, 1950). Banyak usaha telah dijalankan demi cara pengukuran potensi kreatif (misalnya Guilford, 1989; Torrance, 1979). Juga ada banyak usaha untuk meningkatkan perilaku kreatif (misalnya Osborn, 1953; Parnes, 1967). Taylor & Williams (1966) menghasilkan survey tentang hubungan antara kreativitas dan pengajaran.
Meskipun ada banyak pandangan mengenai natur kreativitas (lihat Sternberg, 1988; Finke, Ward & Smith, 1992), ada semacam persetujuan bahwa proses kreatif melibatkan aplikasi pengalaman atau ide masa lampau dengan cara-cara yang baru. Model CPS (Creative Problem Solving – Pemecahan Masalah Kreatif), yang didasarkan oleh karya Osborn dan Parnes, mengatakan bahwa proses kreatif melibatkan lima langkah utama: penemuan fakta, penemuan masalah, penemuan ide, penemuan solusi, dan penemuan penerimaan (VanGundy, 1987). Keahlian-keahlian kognitif tertentu tampaknya melatarbelakangi perilaku kreatif seperti: kelancaran berbicara, fleksibilitas, visualisasi, imajinasi, ekspresi, dan keterbukaan. Keahlian-keahlian ini mungkin adalah karakter kepribadian, tetapi dapat dipelajari, atau bisa muncul karena situasi. Ada juga pengakuan umum bahwa proses sosial memegang peranan besar dalam kreativitas (Amabile, 1983).


Langley et al. (1987) mengatakan bahwa kreativitas dalam konteks penemuan ilmiah adalah bentuk pemecahan masalah. Secara spesifik, mereka yakin bahwa menemukan masalah dan memformulasikan masalah melibatkan proses kognitif yang sama.


Hasil karya lain yang berhubungan erat dengan kreativitas adalah: keaslian (lihat Maltzman ), berpikir produktif (Wertheimer ), dan berpikir lateral (DeBono). Kreativitas memegang peranan utama dalam kelas seorang murid kelas 1 SD maupun kelas training manajemen untuk para manajer! Selamat berkreasi! (Diinspirasi oleh On Purpose Associates)

Tidak ada komentar: